A.
Asas Legalitas
Asas
ini tercantum didalam pasal 1 ayat 1 KUHP dirumuskan didalam bahasa latin yaitu
”Nullum Delictum nulla poena sine
legipoenale” yang artinya, Tidak ada
delik, tidak ada pidana tanpa ketentua pidana yang mendahuluinya.
Ada kesimpulan dari rumus tersebut:
1)
Jika sesuatu perbuatan yang dilarang atau
pengabaian sesuatu yang diharuskan dan diancam dengan pidana, maka perbuatan
atau pengabdian tersebut harusdtercantum didalam undang-undang.
2) Ketentuan tersebut tidak boleh berlaku surut,
dengan satu kekecualian yang tercantum didalam pasal 1ayat 2 KUHP.
B.
Penerapan Anologi
Utrecht menarik garis pemisah
antara imterprestasi eksetensi dan penerapan analogi sebagai berikut:
I. Interfrestasi : Menjalankan undang-undangan setelah undang-undang
tersebut dijelaskan.
Anologi : Menjelaskan
suatu perkara dengan tidak menjalankan undang-undanag.
II. Interfrestasi : Menjalankan kaidah yang oleh undang-undang
tidak dinyatakan dengan
tegas.
Anologi : Menjalankan kaidah tersebut untuk
menyelsaikan suatu
perkara yang tidak disingung oleh kaidah,tetapi yang mengandung kesamaan dengan
perkara yang disinggung oleh kaidah, tetapi yang mengandung kesamaan dengan
perkara yang disinggung kaidah tersebut.
C.
Hukum Transitoir (Peralihan)
Yang
menjadi masalah dalam hal ini.adalahketentuan perundang-undangan yang mana
apakah ketentuan hukum pidana saja ataukah ketentuan hukum yang lain, masih
dipermasalahkan oleh para pakar sarjana hukum pidana.Menurut Memorie van
Toelichting (Memori penjelasan) WvSN (yang dapat dipakai oleh KUHP), perubahan
perundang-undangan berarti semua ketentuan hukum material yang secara hukum
pidana “Mempengaruhi penilaian perbuatan”.
D. Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Ruang Tempat dan
Orang
I.
Asas Teritorialitas atau Wilayah
Asas
wilayah atau teritorialitas ini tercantum didalam pasal 2 KUHP, yang berbunyi :
“peraturan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tiap-tiap orang yang di
dalam nilai Indonesia melakukan delik (straftbaar feit) disini berarti bahwa
orang yang melakukan delik itu tidak mesti secara fisik betul-betul berada di
Indonesia tetapi deliknya straftbaar feit terjadi di wilayah Indonesia
II.
Asas Nasionalitas Pasif atau Asas Perlindungan
Asas ini
menentukan bahwa hukum pidana suatu negara (juga Indonesia) berlaku terhadap
perbuatan-perbuatan yang dilakukan di luar negeri, jika karena itu kepentingan
tertentu terutama kepentingan negara dilanggar diluar wilayah kekuasaan itu.
Asas ini tercantum didalam pasal 4 ayat 1, 2 dan 4 KUHP. Kemudian asas ini
diperluas dengan undang-undang no. 4 tahun 1976 tentang kejahatan penerbangan
juga oleh pasal 3 undang-undang no. 7 (drt) tahun 1955 tentang tindak pidana
ekonomi.
III. Asas
Personalitas atau Asas Nasional Aktif
Inti asas
ini tercantum dalam pasal 5 KUHP, asas personalitas ini diperluas dengan pasal
7 yang disamping mengandung asas nasionalitas aktif (asas personalitas) juga
asas nasional pasif (asas perlindungan).
IV.
Asas Universalitas
Jenis
kejahatan yang diancam pidana menurut asas ini sangat berbahaya bukan saja
dilihat dari kepentingan Indonesia tapi kepentingan dunia secara universal
kejahatan ini dipandang perlu dicegah dan diberantas. Demikianlah, sehingga
orang jerman menamakan asas ini welrechtsprinhzip (asas hukum dunia) disini
kekuasaan kehakiman menjadi mutlak karena yuridiksi pengadilan tidak tergantung
lagi pada tempat terjadinya delik atau nasionalitas atau domisili terdakwa.
0 Response to "ASAS-ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA"
Post a Comment